Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro menyorot kondisi bahwa mahasiswa magang masih sering dianggap sebagai beban di dunia industri. Ia menilai butuh perbaikan kerja sama antara institusi pendidikan tinggi dan dunia usaha-dunia industri (DUDI) agar anggapan ini hilang.
Satryo mengatakan, perguruan tinggi perlu keluar dari zona nyaman dengan menawarkan program-program baru yang melibatkan industri lebih intensif. Dengan begitu, kerja sama kampus-industri tidak hanya bertumpu pada program magang.
Sedangkan pada pihak industri, ia meminta agar dapat menjalin kerja sama bersama institusi pendidikan tinggi dengan melihatnya sebagai investasi strategis. Ia menilai, pandangan bahwa mahasiswa magang adalah beban di industri juga dapat merefleksikan ketidaksiapan pihak industri bersangkutan dalam menerima pemagang mahasiswa. Akibatnya, pihak industri belum merasakan dampak kemitraannya.
"Seringkali kerja sama antara perguruan tinggi vokasi dengan industri dianggap beban untuk industri. Terutama juga karena kita punya program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), di mana mahasiswa itu diharapkan menghabiskan waktu 1 semester di luar kampus, kalau bisa di industri, supaya mendapat satu pengalaman industri," ucapnya di Urun Rembug Ekspor Nasional: UMKM "Bisa" Ekspor, dikutip dari YouTube Kementerian Perdagangan, ditulis Selasa (10/12/2024).
"Harapan kami juga supaya industrinya pun mendapat manfaat dari keberadaan anak-anak yang magang itu," imbuhnya.
Baca juga: Lowongan Magang BUMN Ini Masih Buka Desember 2024, Mahasiswa Cek Ya!Ia mengatakan, program magang seharusnya memberikan manfaat bagi kedua pihak. Mahasiswa dalam hal ini jadi mengantongi pengalaman dan ilmu, sedangkan industri memperoleh tenaga muda yang dapat berkontribusi untuk meningkatkan produknya.
Diversifikasi Kerja Sama Kampus-IndustriSatryo mengatakan, kerja sama perguruan tinggi dan industri selama ini yang paling dikenal dan diimplementasikan yakni dalam bentuk program magang. Di samping itu, ada pula bentuk yang implementasinya lebih kecil, seperti teaching factory, yakni pelatihan industri dan riset bersama di sekolah untuk meningkatkan kualitas produk dan ekspor. Kerja sama lainnya juga meliputi penyelarasan kurikulum agar lulusan vokasi memiliki kemampuan relevan dan siap kerja, termasuk untuk membangun UMKM.
Adapun bentuk kerja sama perguruan tinggi dan industri yang lebih jarang yakni pengabdian dan pendampingan masyarakat, pertukaran dosen atau pertukaran staf industri-perguruan tinggi vokasi.
"Hampir tidak ada, kecil sekali. Pemanfaatan CSR juga sangat kecil. Riset agak signifikan, tetapi penyerapan lulusan juga nggak begitu besar. Kemudian kelas industri juga kecil. Yang agak lumayan signifikan adalah dosen tenaga ahli dari dunia kerja sebagai dosen tamu di perguruan tinggi vokasi. Itu juga ada, lumayan. Artinya apa? Memang diversifikasi kemitraan ini masih bertumpu pada magang mahasiswa," ucapnya.
"Jangan cuma yang itu, yang lain juga harus dikembangkan. Karena bicara produk UMKM, kan banyak aspeknya. Kalau magang mahasiswa (saja), mungkin lebih menguntungkan (bagi) vokasinya daripada industrinya," ucapnya.
Usul Kemitraan Inkubasi MahasiswaMerespons isu diversifikasi kemitraan, Guru Besar bidang Ilmu Ekonomi dan Keuangan Islam Universitas Airlangga, Nafik Hadi Ryandono dalam kesempatan yang sama mengatakan Kemendiktisaintek dapat memberi mandat agar kemitraan inkubator bisnis ekspor dapat memilih mahasiswa sejak semester 1 atau 3 untuk diinkubasi menjadi embrio startup ekspor. Lulusan program inkubasi ini diproyeksi untuk menjadi pengusaha ekspor.
"Ini bisa diakomodasi seperti MBKM, mungkin 20 SKS, atau memang mereka yang sudah memilih itu, kuliahnya itu. Tapi ini nanti pembagiannya ada di Kemendiktisaintek," ucap Nafik.
Ia mencontohkan, setiap perguruan tinggi dimandatkan sesuai dengan spesialisasinya masing-masing untuk memilih pilot project bagi mahasiswa calon pengusaha ekspor. Adapun Kementerian UMKM dapat berperan pada aspek pembangunan kapasitas.
"Begitu mereka lulus, mereka menjadi UMKM yang bisa ekspor," ucapnya.
Unair sendiri memiliki 9 teaching factory yang sudah berproduksi. Hasil inovasinya yang berfokus pada bidang kesehatan dipamerkan di dalam dan luar negeri. Ia menggarisbawahi, program inkubasi butuh pendanaan matching fund multiyears.
Dalam proyek multitahun tersebut, mahasiswa akan menjalani pembuatan prototype (purwarupa), uji pasar, dan komersialisasi.
"Dan mahasiswa dipilih yang memang pengin jadi pengusaha, cita-citanya pengusaha, bukan berkarier," kata Nafik.
5 Orang Jadi Tersangka TPPO Ferienjob, 3 di Antaranya Kerja di Universitas